Wellcome to my Blog

THANKSS FOR COMING

Mengenai Saya

Foto saya
saya itu........ teman yang baik untuk bercerita untuk berkeluh kesah dan syukur alhamdulillah sekarang saya dianugerahi nikmat untuk bisa melanjutkan study saya di Universitas Negeri Semarang dan diterima sebagai mahasiswa jurusan pendidikan sosiologi antropologi tercinta....

Kamis, 01 Desember 2011

struktur masyarakat jawa


Selasa, 06 April 2010
A. Definisi Struktur Sosial
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
 George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
Ø
Ø George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
 William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
Ø
 Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
Ø
B. Ciri-ciri Struktur Sosial

1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.
Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.

2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb:

cliffort gertzz

Clifford Geertz dan Agama Jawa (Abangan, Santri dan Priyayi)


Clifford Geertz adalah penulis buku legendaris The Religion of Java, yang populer sekaligus penting bagi diskusi tentang agama di Indonesia, khususnya di Jawa. Pandangan Geertz yang mengungkapkan tentang adanya trikotomi--abangan, santri dan priyayi--di dalam masyarakat Jawa, ternyata telah mempengaruhi banyak orang dalam melakukan analisis baik tentang hubungan antara agama dan budaya, ataupun hubungan antara agama dan politik. Dalam diskursus interaksi antara agama, khususnya Islam, dan budaya di Jawa, pandangan Geertz telah mengilhami banyak orang untuk melihat lebih mendalam tentang interrelasi antara keduanya. Keterpengaruhan itu bisa dilihat dari beberapa pandangan yang mencoba menerapkan kerangka berfikir Geertz ataupun mereka yang ingin melakukan kritik terhadap wacana Geertz.

Biografi Clifford Geertz

tugas sosiologi agama mengenai prosesi ritual masyarakat



TUGAS SOSIOLOGI AGAMA
TENTANG RITUAL PEMOTONGAN RAMBUT GEMBEL DI DESA DIENG KABUPATEN BANJARNEGARA
Seperti yang kita ketahui mengenai adanya ritual-ritual disetiap daerah yang ada dimasyarakat Indonesia. Seperti halnya didaerah saya di Kabupaten Banjarnegara yang juga memiliki ritual atau upacara adat yang disakralkan oleh masyarakat yaitu prosesi pemotongan rambut gembel di desa dieng Kabupaten Banjarnegara. Kegiatan atau prosesi upacara tersebut dilakukan karena masyarakat dieng percaya apabila dengan melaksanakan hal tersebut dapat menghindarkan penduduk desa khusunya didaerah dieng dan sekitarnya agar tidak terkena bencana atau malapetaka. Secara persisnya dapat dijelaskan bahwa Rambut gimbal atau rambut gembel yang melekat pada anak-anak di kawasan tinggi Dieng dianggap sakral. Proses pemotongan rambut ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, namun harus dilakukan secara istimewa. Bahkan sebelum dipotong, orang tua atau pemilik hajatan harus menuruti permintaan sang anak dan wajib dipenuhi, apabila tidak, dipercaya bisa memunculkan balak. Dalam prosesinya pemotongan rambut gimbal adalah Kemarin (11/7) sebanyak 8 anak-anak berambut gimbal mirip bob marley yang berasal dari lereng Dieng meliputi Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara dilakukan pemotongan rambut yang disebut merupakan titipan dari kyai Kolodete, seorang tokoh yang dipercaya telah membuka kawasan dataran tinggi itu.

definisi sosiologi pendidikan


DEFENISI SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Oleh: Hartoto

Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi  masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.

Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:
  1. Menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.
  2. Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology”  dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
  3. Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
  4. Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
  5. Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
  6. Menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.

sosiologi pendidikan


http://ganis.student.umm.ac.id/wp-content/themes/CleanGreen/images/PostDateIcon.pngJanuary 26th, 2010 | http://ganis.student.umm.ac.id/wp-content/themes/CleanGreen/images/PostAuthorIcon.pngAuthor: ganis

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Mahalnya biaya pendidikan.
* Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
* Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
* Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
* Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
* Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
* Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

perencanaan pembelajaran mengenai standar penilaian


Bottom of Form




Standar Penilaian Pendidikan - Presentation Transcript
  1. STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
  2. PP NO. 19 TAHUN 2005 Pasal 63
    • (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
      • Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
      • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
      • Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
  3. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64)
    • Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
    • Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
    • a. menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
    • b. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
    • c. memperbaiki proses pembelajaran.
  4. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
    • (3) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
    • a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
    • b. ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
  5. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
    • (4) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
    • (5) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
  6. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
    • (6) Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
    • a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; serta
    • b. ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
  7. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK (Pasal 64, Lanjutan)
    • (7) Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
    • kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
    • kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
    • kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
    • kelompok mata pelajaran estetika; dan
    • Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
  8. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65)
    • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sbgmana dimaksud dalam Psl 63 ayat (1) butir b bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
    • Penilaian hasil belajar sbgmana dimaksud pada ayat (1) utk semua mata pelajaran pada klpk matpel agama dan akhlak mulia, klpk matpel kewarganegaraan dan kepribadian, klpk matpel estetika, dan klpk matpel jasmani, olah raga, dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
    • Penilaian akhir sbgmana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sbgmana dimaksud dalam Psl 64.
  9. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65, Lanjutan)
    • (4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
  10. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN (Pasal 65, Lanjutan)
    • (5) Untuk dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
    • (6) Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
  11. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 66)
    • Penilaian hasil belajar sbgmana dimaksud dalam Psl 63 ayat (1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran iptek dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
    • Ujian nasional diadakan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
    • Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
  12. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH
    • Pasal 67
    • Pemerintah menugskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti oleh semua peserta didik…
    • Pasal 68
    • Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
      • pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
      • dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
      • penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.
      • pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
  13. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 69)
    • Setiap peserta didik jalur formal dikdasmen dan jalur formal kesetaraan berhak mengikuti UN dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus
    • (3) Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
  14. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 70)
    • SD/MI/SDLB: B.Ind, Matematika, dan IPA
    • Paket A: B. Ind, Matematika, IPA, IPS, dan PPKn.
    • SMP/MTs/SMPLB: B.Ind, B. Inggris, Matematika, dan IPA.
    • Paket B: B. Ind, B. Inggris, Matematika, IPA, IPS, dan PPKn.
    • SMA/MA/SMALB: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pend.
    • Paket C: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pend.
    • SMK/MAK: B. Ind, B. Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
  15. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PEMERINTAH (Pasal 72)
    • Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah:
      • menyelesaikan seluruh program pembelajaran
      • memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran (kecuali IPKTEK).
      • lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok matpel IPTEK; dan
      • lulus ujian nasional.
    • (2) Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan ybs sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP

perencanaan pembelajaran mengenai kbk depdiknas


Kbk Depdiknas
(2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individu
maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampain dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
4. Sumber belajar tidak hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur educatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Setelah kita melihat definisi kurikulum, kita akan mengerti bahwa
kurikulum merupakan jangka panjang bagi suatu lembaga pendidikan untuk
mewujudkan outcomes yang dapat dipertanggungjawabkan di masyarakat
melalui kegiatan jangka pendek yaitu pengajaran. Setelah suatu pendidikan
bersifat otonomi daerah dan desentralisasi, maka lembaga pendidikan
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan
kemampuan lembaga tersebut. Dengan mengembangkan kurikulum,
masyarakat berharap agar kurikulum berorientasi pada kebutuhan masyarakat
luas yang berkompetensi.
Suatu kurikulum diharapkan dapat memberikan landasan, isi, dan
menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal
sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembangan masyarakat. Maka dari
itu suatu lembaga pendidikan dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya
mengacu pada prinsip – prinsip pengembangan kurikulum.